Limpahan Nikmat Allah. Biasa Bagi Kita, Tapi Doa Bagi Mereka

Saat segelintir orang bingung esok bisa makan atau tidak, kita diberikan keberkahan rezeki hingga bisa memilih makanan sesuka hati dengan scrolling aplikasi delivery.
Saat sebagian orang masih sibuk melamar kerja, bekerja di bawah terik matahari, mengangkat beban berat tanpa henti, kita bisa bekerja dari balik layar, di ruang sejuk dan nyaman. Bukan untuk membandingkan rasa lelah, tapi agar kita tak lupa, bahwa ini juga bentuk nikmat yang patut disyukuri.
Ada yang belajar di bawah cahaya lilin karena listrik mahal dan tak selalu menyala, kita bahkan punya lampu, wifi, kuota, gadget canggih tapi masih berucap “malas belajar”.
Di luar sana, ada yang berdoa agar bisa bangun dengan keadaan tubuh yang sehat karena sakitnya yang begitu berat, sedangkan kita bangun dalam keadaan sehat, bisa berjalan, bisa bernapas tanpa alat bantu, tapi masih sering lupa bilang “Alhamdulillah”.
Saat sebagian orang tidak tahu rasanya dipeluk, dan disayang oleh orang tua karena sudah yatim piatu sejak kecil, kita yang masih dikaruniai kehadiran mereka, seringkali gengsi untuk mengucap terima kasih, dan memeluk mereka.
Ada sebagian orang yang tidak bisa mendengar atau melihat dunia ini dengan utuh, kita masih diberkahi pancaindra yang lengkap, tapi sering menggunakannya untuk hal-hal yang tak bermanfaat.
Mungkin bukan kita yang kekurangan nikmat, melainkan hati yang terlalu sibuk membandingkan, hingga lupa mensyukuri apa yang sudah digenggam. Karena ternyata, hal-hal yang sering kita anggap “biasa saja”,
adalah doa yang terus-menerus diminta oleh orang lain dalam doa mereka.